SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Minggu, 31 Januari 2010

AL QADIRU (ALLAH MAHA KUASA) asma’ al-husna 2

Diantara asma Alah adalah al Qadiru yang berarti Maha Berkehendak. Allah Maha Berkehendak artinya semua kehendak Allah pasti terlaksana. Al Qodiru juga berarti Maha Kuasa, Allah maha berkuasa dengan kekuasaan yang tanpa batas. Berbeda dengan manusia, ia juga erkehendak dan berkuasa tetapi kehendak dan kekuasaannya sangat terbatas. Ia bisa berkehendak dan melakukan apa saja asal sesuai dengan ukuran-ukuran Allah (sunatullah), dengan bahasa lain asal diijinkan dan sesuai dengan kehendaki Allah. Lebih dari itu tidak bisa.
Taqdir Allah atau kehendak Allah diantaranya dapat kita baca dan pahami baik dalam ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Ayat qauliyah Allah banyak dipahami dengan ilmu pengetahuan. Sedang kehendak Allah berupa ayat kauniyah terdapat dalam Kitab-Kitab suci-Nya. Kedua jenis ayat tersebut masing-masing sangat sempurna, lengkap, harmoni, seolah menunjukkan kemaha sempurnaan Sang pencipta serta pemiliknya, yakni Allah SWT. (Pebahasan tentang taqdir akan ada di bagian lain).
Untuk menjadi seorang hamba Allah yang kuasa melaksanakan kehendaknya, maka manusia perlu memahami dan melaksanakan serta mentaati atau menyesuaikan dengan dua kehendak Allah tersebut. Memahami serta mentaati salah satu dan meninggalkan yang lain dari dua kehendak Allah tersebut oleh manusia adalah sebuah penyimpangan atas kehendak Allah, yang berakibat merusak bagi kehidupan manusia khususnya dan kehidupan semesta umumnya.
Berbeda dengan kehendak manusia yang terbatas tersebut, kehendak Allah tidak terbatas. Ia berkuasa untuk melaakukan apa saja kalaupun sampai seolah melanggar sunatullah yang diciptakan untuk manusia. Beberapa contoh tindakan Allah yang melampaui sunatullah diantaranya adalah terdapat dalam kisah Nabi Zakariya serta Mariyam yang terdapat dapalm QS.19:1-34. Pada kisah Nabi Zakariya, diceritakan bahwa Zakariya adalah seorang yang sudah tua yang sangat kawatir terhadap masa depan generasinya. Untuk itu ia berdoa kepadaq Allah agar diberi anak untuk dapat mewarisi idealismenya. Namun keinginan itu sepertinya mustahil karena selain dirinya sendiri sudah tua, istrinya juga seorang yang mandul. Namun demikian, Allah kemudain mengabulkan doa Zakariya, memberinya anak yang bernama Yahya. Hal ini tampak adanya sebuah pelanggaran terhadap sunatullah. Suami yang tua serta istri yang mandul, mestinya tidak akan melahirkan anak. Namun Allah mengatakan bahwa yang demikian itu (seolah melanggaran sunatullah itu) mudah bagi Allah (9).
Demikian juga dengan kisah Maryam. Pada kelanjutan ayat-ayat alQur’an yang menceritakan kisah Zakariya, Allah menceritakan kisah Maryam yang tidak kalah hebat. Perhatikan QS.19:16-34, pada bagian ini Mariyam dikisahkan sebagai perawan suci yang suka munajat kepada Tuhanya di dalam mihrab. Namun demikian ia dikehendaki Allah untuk memiliki keturunan. Setelah mendengar informasi mengenai kehendak Allah tersebut dari malaikat Jibril, Mariyam terheran-heran, merasa hal itu mustahil karena ia seorang perawan yang belum pernah bersentuhan dengan laki-laki. Menjawab kesangsian Maryam ini kemudian Malaikat Jibril meyakinkan bahwa hal itu (melanggar sunatullah itu) mudah bagi Allah. Akhirnya Maryam pun dengan izin Allah mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang bernama Isa. Bahkan keajaiban itu datang yang kedua dalam bentuk Isa yang masih bayi itu sanggup berbicara menjelaskan kepada masyarakatnya yang mempertanyakan status dirinya juga ibunya.
Banyak kisah serupa di dalam alqur’an yang menceritakan betapa kehendak Allah tidak dibatasi oleh aturan atau sunatullah. Diantaranya adalah terbelahnya lautan oleh tongkat Musa, tidak terbakarnya badan Ibrahim oleh api Namrut dan sebagainya. Ada diantara para mufasirin yang menakwilkan penafsiran terhadap beberapa ayat seperti ini sehingg semuanya bisa dipahami secara rasional. Namun bagi penulis sendiri lebih setuju untuk membeiarkan pemhaman yang agak tekstual ini karena memang demikianlah kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Dari semuanya dapat dipahami bahwa kehendak Allah pasti terjadi dan kekuasaan Allah Allah tidak terbatas. Di beberapa bagian alQur’an Allah menjelaskan bahwa jika Allah menghendaki sesuatu, maka Allah cukup mengatakan jadilah maka terjadilah sesuatu itu (QS.19:35 dan 36:82).
Mungkin karena pemahaman manusia akan sunatullah baik kauniyah maupun qauliyah yang terbatasi oleh akalnya, sehingga memahami tindakan Allah tersebut seolah Allah melanggar sunah-Nya sendiri. Atau ada sunatullah yang lain, yang belum dipahami manusia.
Diantara hikmah dari keeyakinan akan al qodiru ini adalah :
1. Seorang mukmin dengan keimanannya seharusnya menjadi pribadi yang sangat optimis dalam menghadapi keadaan seperti apapun. Walaupun keadaan tersebut sangat sulit dan menyesakkan dada. Karena bagi Allah SWT tidak ada hal yang sulit. Seorang mukmin senantiasa berharapan kepada pertolongan Allah dengan sabar dan shalat.
2. Yang justru harus dipersiapkan adalah kualitas kepribadian seorang mukmin agar dapat senantiasa dalam keimanan dan kataqwaan. Bukankah Allah sudah berjanji untuk memudahkankan semua persoalan yang mukmin hadapi asal ia bertaqwa. Wamanyataqillaha yaj’alahu makhraja. Waman yataqillaha yaj’alahu min amrihi yusra. Sebagaimana dua pribadi yang dicontohkan alQur’an yakni Zakaria dan Maryam, dia mendapatkan pertolongan Allah berupa keajaiban karena ia pribadi yang tulus dan murni.
Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar