SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 31 Maret 2010

ARAB PRA ISLAM (DRAFT)

1. Keadaan geografis
- Tanah padang pasir yang gersang
- Makah adalah lembah diantara gunung-gunung disebelah timur barat dan utara
- Tdk ada pertanian n peternakan kec skala kecil
- Subur hanya ada di arab selatan (Yaman
- Strategis karena berada ditengah antara Romawi dan Persia, sehingga digunakan sebagai jalur lalu lintas perdagangan para pejalan kaki
- Tidak ada mata air di wilayah tersebut, kecuali zamzam yang dibuat Ibrahim
- Terdapat ka’bah ditengah jalur dagang tsb yang dibangun sebagai pusat peribadahan.
- Ka’bah inilah yang menjadi cikal-bakal adanya komunitas di Makah


2. Keadaan social
- Tdk ada tata social yang permanen pd awalnya
- Yang ada adlah manusia yang berhenti untuk sementara dr perjalanan untuk berdagang
- Tata social yang permanen baru muncul setelah ada mata air zamzam dan ka’bah
- Tata social berpusat pd kakbah
- Bangunan paling depan urut ke belakang adalah menunjukkan strata social
- Pembagian jabatan berdasarkan fungsi ka’bah
- Struktur social spt ini bertahan hingga zaman persis pra nabi
- Perdagangan adalah mata pencaharian utama
- Anak laki-laki menjadi lebih berguna pada kondisi geografis spt itu, dimana perdagangan dilaksanakan antar wilayah yang jauh
- Tidak ada struktur social yang permanen, spt kerajaan Romawi dan Persia
- Yang ada adalah komunitas berdasarkan pertalian darah (suku)
- Masing-masing suku independent thd suku lain, tdk ada yang lbh dominan
- Scr cultural, pengurus ka’bah menduduki posisi social lbh tinggi dari yang lain.
- Pengurus ka’bah didapatkn secr turun-temurun
- Tidak ada penjajahan
- Penjajahan satu-satunya adalah tentara gajah yng dipimpin oleh Abraha (penguasa Abisenia di Yaman, yang dg alasan ekonomi hendak menghancurkan ka’bah
- Ekonomi tumbuh karena peran ka’bah sebagai pusat ibadah

3. Keadaan keagamaan
- Ka’bah adalah bangunan untuk beribadah pad Tuhan (tauhid)
- Keadaan keagamaan adalah penyembah berhala
- Perubahan terjadi karena mereka ingin menjadikan perantara (barang dari sekitar ka’bah)untuk menjadi media dekat dg Tuhan
- Jarak yang terllu lama menjadikan mereka lupa dengan inti (tauhid) dan hanya ingat akan medianya saja
- Seruan tauhid oleh nabi-nabi terdahulu kalah dengan imagenasi keagamaan yang bersifat geografis
- Agama untuk survival
- Agama mereka agama pagan
- Ada nasrani (pendet buhaerah) dan ada juga Yahudi , keduanya minoritas
- Nasrani dan Yahudi tdk dapat berkembang di Makah karena kalah dengan ka’bah yang semakin terdistorsi maknanya menjadi pusat paganism Arab.
- Muhammad bukan tidakmengenal agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga mengetahui kebatilannya.
- Ia mencari alternative pemecahan maslah dengan melaksanakan uzlah ke gua Hira.
- Muhammad diangkat menjadi Nabi.

Jumat, 26 Maret 2010

DAKWAH NABI DI MADINAH

Selama 13 tahun sudah Nabi Muhammad berdakwah di Makkah, mulai kepada keluarga, kerabat dekat, saudara satu suku (Bani Hasyim), hingga seluruh suku di wilayah Makkah rasanya tidak ada yang tertinggal untuk Ia dakwahi. Nabi Muhammad sebagai orang tokoh muda yang berpredikat terpercaya (al amin) mestinya dapat dengan mudah mengajak suku-suku diseluruh Makah untuk mengikuti ajakannya. Namun yang terjadi sebaliknya, terhadap seruan dakwah yakni ajakan untuk menyembah hanya kepada Allah yang Esa dan pengakuan bahwa Muhammad adalah Nabi dan Utusannya, kebanyakan masyarakat Makkah sulit menerimanya. Alih-alih menerima seruan Nabi, mereka justru meencemooh, mencaci, menyakiti secara fisik mereka yang mengikuti Nabi, memboikot secara ekonomi dan social, bahkan hendak membunuh Nabi sendiri. Ringkasnya, selama 13 tahun berdakwah di Makkah, Nabi dan para sahabatnya justru mendapatkan perlawanan hebat. Bahkan hampir saja missi kerasulan itu gagal dilaksanakan.
Satu hal yang penting untuk dicatat dalam dakwah di Makkah ini adalah dakwah yang menggunakan pendekatan cultural. Yakni dakwah yang bertujuan untuk menggugah kesadaran masyarakat dengan cara-cara persuasive, jauh dari kesan memaksa, dengan sasaran masyarakat secara individu. Sering kali Nabi mengumpulkan anggota satu suku, mulai dari keluarganya, kerabat hingga semua suku Makkah, namun tetap saja ajakan itu untuk membuka kesadaran individual. Dalam sejarah dakwah di Makkah tidak ditemui adanya aturan yang dibuat Nabi dan masyarakat Makkah secara bersama-sama dan mengikat semua warga atau komunitas dalam menerima dakwah. Beberapa orang atau keluarga yang masuk Islam masih sebatas perorangan atau individual. Mengapa dakwah cultural yang dilakukan Nabi? Jawaban yang paling realistis adalah karena Nabi bukan seorang yang memiliki kkekuasaan di wilayah Makah. Ia hanyalah warga biasa. Pelajaran lain yang dapat diambil dengan dakwah di Makkah ini adalah dakwah cultural adalah metode dakwah yang paling sesuai untuk wilayah dimana Islam belum menjadi realitas dalam kehidupan.
Diujung rasa yang hampir putus asa berdakwah di Makkah ini, datang secercah harapan dari wilayah lain di tanah Arab, yakni Yastrib. Pada satu musim haji tepatnya tahun 622 h, Muhammad bertemu dengan 12 orang jama’ah haji yang sekaligus mewakili dua suku di Yastrib yakni Aus dan Khajraj. Pertemuan itu seperti biasanya digunakan Muhammad untuk mengajak memeluk agama Islam. Repon atas ajakan Muhammad tersebut adalah diterimanya agama islam, bahkan lebih jauh dari itu mereka berjanji setia kepada Muhammad untuk masuk Islam dengan bersyahadat dan berjanji mendukungannya. Mereka juga hendak mengabarkan perihal agama baru tersebut kepada kerabatnya di Yastrib sepulang dari haji. Perjanjian antara Muhammad dengan 12 orang tersebut dikenal dengan Aqobah I. menyusul Aqabah I, Muhammad mengirimkan seorang sahabatnya yang tentu terpercaya yakni Mushab bin Umair untuk melakukan dakwah di Ystrib. Sungguh luar biasa, kehadiran 12 orang dan juga Mushab disambut dengan positif dan penerimaan agama baru ini bagi mereka ykni suku Aus dan Khajraj. Muhammad dan ajarannya begitu dikenal , dikenang, dan disenangi di bumi Yastrib ini. Akhirnya pada bulan haji tahun berikutnya dating lagi utusan dari Yastrib ini 70 orang di Makkah untuk menemui Muhammad dan menyatakan kesetiaannya kepadanya dan ajarannya. Perjanjian setia 70 orang wakil dari Yastrib dengan Muhammad ini kemudian disebut dengan perjanjian Aqabah II. Lebih terinci isi perjanjian Aqabah II ini dari ada Aqabah I. Kecuali mereka bersyahadat, sanggub untk menjalankan syariat Iislam yang telah ada pada waktu itu, mereka juga berjanji untuk tidak akan melanggar larangan-larangan Islam, dan bahkan mereka juga berjanji setia untuk membela Muhammad jika dia nanti tinggal di Yastrib. Perjanjian ini begiu meyakinkan, karena disamping dilAKUKan dengan jumlah orang yang jauh lebih banyak, juga Muhammad waktu itu didampingi salah seorang kerabatnya dari Bani Hasyim (sekalipun masih belum muslim) yang menanyakan jaminan keamanan bagi saudaranya yakni Muhammad kelak di Yastrib. Pertanyaannya adalah mengapa orang-orang Yastrib ini begitu mudah menerima ajaran Muhammad?
Setidaknya ada dua jawaban akan hal tersebut, yakni Yastrib waktu itu dihuni oleh beberapa suku bangsa, diantara suku bangsa yang terbesar adalah Aus, Khajraj dan Yahudi. Secara keagamaan dua suku Aus dan Khajraj beragama pagan yakni penyembah berhala. Sedang orang-orang Israel (sebenarnya mereka ini adalah emigrant dari Palestina) aadalah beragama Yahudi. Kaum Yahudi ini secara social merasa lebih tinggi tingkat sosialnya dari pada ddua suku yang lain, karena mereka menyembah Tuhan. Berbeda dengan suku Aus dan Khajraj yang hanya menyembah berhala. Dari hubungan social yang demikian memungkinkan orang –orang Aus dan Khajraj sudah mengenal dan behkan terlibat dalam wacana tentang Tuhan dan ajarannya dari langit, sekalipun mereka masih kuat memegangi agama berhela mereka. Singkatnya persoalan Tuhan yang begitu abstrak dari Tuhan yang sementara telah mereka kenal dan sembah selama ini sudah bukan masalah asing.
Jawaban yang kedua adalah kenyataan social diantara tiga suku tersebut. Dengan latar belakang agama yang berbeda tersebut suku Yahudi seolah menjadi saingan dari dua suku yang lain penyembah berhala. Sering kali bangsa Yahudi merendahkan para penyembah berhala tersebut. Merasa diremehkan, sehingga suku Aus dan Khajraj tentu memberikan respon yang juga bermusuhan terhadap orang-orang Yahudi. Hingga akhirnya dengan kelicikannya, orang-orang Yahudi ini mencari cara agar kedua suku tersebut menejadi lemah. Tipu daya dilakukan dengan mengadu domba antara keduanya. Siasat adu domba tersebut berhasil membuat dua suku yang beragama sama ini bermusuhan bahkan menjadi peperangan diantara keduanya. Peperangan ini disebut dengan Ba’ath. Perang antara keduanya berlangsung habis-habisan hingga menewaskan banyak korban. Kekalahan ada pada suku Aus. Dengan lemahnya Aus dan Khajraj berarti suku bangsa Yahudi dapat dengan lebih leluasa mengembangkan kehidupannya. Tetapi ujung dari tipu muslihat Yahudi ini akhirnya dapat dirasakan juga oleh kedua suku yang berperang. Pada saat belakangan, tokoh-tokoh mereka sering kali membayangkan masa-masa damai sebelumnya, sehingga upaya damai mulai diusahakan. Untuk berdamai, dua suku ini harus disatukan dalam suatu kepemimpinan. Nah kepemimpinan tentu bukan berasal dari pihak yang berseteru tetapi harus dair orang luar. Upaya mencarri pemimpin inilah diantara yang mengantarkan pertemua 12 orang Yastrib dengan Muhmmad.
Disamping ittu ada lagi satu factor penting, yakni superioritas suku Yahudi atas kedua suku yang lain adalah karenaa mereka mengklim sebagai makhluk kesayangan Tuhan. Beberaapa Nabi diturunkan dari bangsa Israil (Yahudi), dan mereka telah diberi informasi dari kitab mereka bahwa sebentar lagi akan segera diutus nabi terakhir kepada mereka dan tentu akan berasal dari bangsa Yahudi lagi. Merasa inferior dalam hal keagaamaan ini, maka ketika mereka bertemu dengan Muhammad yang mengenalkan diri sebagai Nabi terakhir sebagaimana dikabarkan bangsa Yahudi, dengan segala senang hati menerima ajakan Muhammad. Kabar kenabian Muhammad mereka dengar lebih awal lebih baik sehingga tidak kedahuluan bangsa Yahudi. Dengan jalan inilah mereka akan duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan Yahudi, karena mereka telah lebih dulu mendapatkan agama baru yang dulu selalu diklim akan turun dari keturunan Yahudi.
Bagi Muhammad sendiri, Yastrib bukan daerah asing. Bahkan telah alam wilayah ini telah menjalin hubungan batin dengan Muhammad. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena; pertama, nenek moyang ibunda Nabi, Aminah berasal dari Ystrib ini. Kedua, ayahanda Nabi Abdullah juga wafat dan dimakamkan di kota ini. Sehingga banyak kenangan bahkan juga saudara nabi ada di daerah ini. Kedekatan batiniah adalah suatu kemestian antara Nabi dan Yastrib. Sehingga sangat wajar jika perjanjian Aqabah I dan II segera berlangsung karena beberapa factor yang melatarbelakangi di atas.
Atas dasar ini Nabi mulai menganjurkan para saahabatnya yang telah lama menjadi sasaran kebencian orang-orang Makkah karena menjadi seorang muslim, untuk hijrah mendapatkan kehidupan yang lebih aman khususnya demi agama mereka untuk pindah ke Yastrib. Perpindahan ini jelas bukan bentuk dari tidak adanya keberanian untuk bertahan di Makah, melainkan kecuaali karena perintah Allah melalui wahyu alQur’an, juga justru dalam rangka melakukan strategi dakwah yang lain. Jika karena sifat penakut, tentu nabi dan Sahabatnya tidak akan bertahan seama 13 tahun di Makkah sekalipun dimusuhi orang-orang Makah dengan berbagai bentuk permusuhan. Atas seruan hijrah ini kaum muslimin secara bergantian, rombongan demi rombongan segera hijrah ke Yastrib. Palaksanaan hijrah inipun tidak lepas dari halangan dan rintangan orang-orang kafir Makkah. Menyikapi rintangan tersebut beberapa orang muslim hijrah dengan sembunyi, dan guna menghindari kesan dan tuduhan mereka memindahkan kekayaan Makah ke Yastrib, kaum muslimin tidak membawa harta kekayaan miliknya sendiri di Makah dalam hijrah. Mereka hanya berbekal sekedarnya seperti mau bepergian beberapa hari saja. Harta kekayaan, rumah, pekarangan, ternak, dan lainya ditinggal begitu saja. Bagi mereka yang enting menyelamatkan akidah dan keyakinan mereka. Mengapa Yastrib menjadi tujuan hijrah, atau mengapa kaum muslimin berbondong-bondong hijrah ke Yastrib. Mungkin jawaban akan keadaan Yastrib dengan kondisi geografis yang lebih subur sehingga kehidupannya tidak kalah makmur dengan kehidupan Makkah, juga menjadi penyebab yang lain.
Nabi sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab mempersilahkan semua sahabatnya untuk berangkat hijrah terlebih dahulu, kecuali Abu Bakar dan Ali sahabatnya yang paling dekat. Ada beberapa peristiwa dramatis di sekitar keberangkatan Nabi untuk hijrah ke Yastrib. Pertama adalah adanya siasat kaum kafir untuk membunuh Nabi sebagai upaya terakhir merintangi dakwah. Ketika pembunuhan sudah hendak dilakukan dengan mengepung rumah Nabi di suatu malam, Ali diminta Nabi untk mengecoh para pemuda tim eksekutor rencana pembunuhan Nabi, dengan cara menggantikan Nabi untuk tidur di tempat tidur nabi. Dengan cara itu, Muhammad bias lolos dari pembunuhan dan berangkat hijrah bersama sahabatnya yang lain, yakni Abu Bakar.
Kedua, Nabi bersama Abu Bakar berjalan keluar untuk hijrah di tengah malam dengan menempuh jalan yang tidak biasanya, dan kemudian dengan singgah dulu untuk bersembunyi dari kejaraan orang-orang kafir, di sebuah gua yakni gua Tsur. Dalam goa tersebut, nabi dan saahabatnya itu nyaris tertangkap. Namun terjadilah keajaiban besar yakni, pintu gua tiba –tiba tertutup oleh rumah laba-laba, sehingga tidak ada kesan baru saja dilewato seseorang. Disamping rumah laba-laba, juga ada sepasang merpati yang sedang mengerami telurnya persis di depan goa. Dengan jalan itu, Allah melindungi Nabi dan sahabatnya tersebut, sehingga orang-orang kafir tidak menemukannnya. Singkatnya, Nabi akhirnya berangkat dengan selamat untuk melaksanakan perintah Allah hijrah ke Madinah. Pertanyaan berikutnya adalah apa yangdilakukan Nabi setelah sampai di Yastrib.
Sebelum Nabi sampai Yastrib, tepatnya ketika sampai di Quba, tepat sebelah barat Yastrib, Nabi dan kaum muslimin di daerah tersebut secara bersama-sama membangun sebuah masjid. Mengapa dibangun masjid? Apa kaitannnya dengan yang hendak dilakukan Nabi di Yastrib? Adalah pertnyaan kritis berikutnya. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Sidi Gazalba, masjid dalam ajaran maupun sejarah Islam ternyata memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis, yakni tidak saja menjadi tempat beribadah bagi umat Islam, melainkan juga sebagai pusat pembangunan kebudayaan Islam. Fungsi ini tentu disadari Nabi dan para sahabatnya sehingga Masjid didirikan sebelum kehidupan Islam di Madinah dimulai.
Pada tulisan ini sengaja tidak diuraikan hal-hal teknis, namun hanya akan menjelaskan hal-hal strategis dalam dakwah yang dilakukan Nabi di Yastrib. Setelah kehadiran Nabi, Yastrib dirubah namanya menjadi Madinatun Nabii (kota Nabi). Secar berurutan yang dilakukan Nabi setelah sampai di Madinah adalah; pertama, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Muhajirin adalah kaum muslimin yang baru dating dari Makah. Mereka dating tidak membawa harta kekayaan, kecuali seperlunya saja. Sehingga mereka memerlukan bantuan untuk melaksanakan kehidupan di Madinah. Hal lain yang melatarbelakangi kebijakan Nabi tersebut adalah pentingnya komunitas muslim yang bersatu, solid dalam arti yang luas. Bisa dibayangkan mereka yang nanti pada gilirannya bertanggung jawab mengambil peran sebagai embrio masyarakat Islam, tetapi elemen-elemen dalam komunitas tersebut masih berserakan serta tidak dikoordinasikan dengan baik, tentu peran berikutnya akan gagal dilaksanakan.
Hubungan persaudaraan yang diserukan Nabi kepda Muhajirin dan Anshar adalah hubungan persaudaraan yang sangat kuat. Yakni hubungan persaudaraan yang dibangun atas dasar ikatan akidah, tetapi melebihi persudaraan karena darah keturunan. Setiap seorang Anshar dipersudarakan dengan seorang Muhajirin. Muhammad sendiri bersaudara dengan Ali, Hamzah dengan Zaid bekas budaknya, Abu bkar dengan Kharija bin Zaid, Umar dengan Itban Bin Malik. Denagn persudaraan seiman dan sekaligus senashab ini komunitas muslim menjadi sangat kuat untuk bias mengemban tugas dakwah.
Hal strategis lain yang dilakukan Nabi adalah membuat perjanjian antar komunitas yang ada di kota Madinah, yakni persaudaraan anatar kaum muslimin, Yahudi, dan Nasrani. Perjanjian ini dirumuskan bersama-sama antar mereka dibawah bimbingan dan pengawasan dan tentu prakarsa Nabi. Perjanjian yang sangat penting scara social dan politik ini disebut dengaan Piagam Madinah. Beberapa dictum isinya adalah sebagai berikut :
1. Kebebasan Bergama
2. Kebebasan menyatakan pendapat
3. Keselamtan harta benda
4. Larangan berbuat kejahatan
5. Kewajiban menjaga pertahanan wilayah secara bersama-sama
Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad 1400 tahun yang lalu. Sebuah dokumentasi politik yang elok dan baru serta maju, berbeda dengan tradisi politik yang ada saat itu, yang biasanya sebagai alat bagi sebuah tirani untuk menguasai. Dengan dokumen ini pada akhirnya kota Madinah telah berubah dari kota biasa menjadi kota yang terhormat di mata kemanusiaan.
Dua tindakan strategis (mempersudarakan kaum muslim muhajirin dan anshar serta piaagam madinah) adalah dilakukan Nabi daalam rangka membawa risalah Islamiyah (dakwah). Dakwah pada intinya memiliki dua fungsi utama yakni menyampaikan atau menyiarkan risalah Islamiyah, dan mereaalisasikan nilai serta ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pertama sebagai fungsi penyiaran risalah Islam yang sudah pasti dilakukan Nabi serta para sahabatnya guna menjelaskan ajaran Islam, sehingga masyarakat berbodong-bondong mengikuti dan masuk Islam. Hal ini terbukti dengan diutusnya Mushab bin Umair ke Yastrib sebelum hijrah. Dengan fungsi risalah ini, Nabi menjadi sumber rujukan setiap permasalahan yang dihadapi umat baik individu maupun sebagai komunitas. Nabi selalu menyampaikan wahyu kepada umat atau sahabat-sahabatnya setiap kali wahyu itu diterimanya. Disinilah peran Nabi sebagai pembawa risalah memperoleh bentuknya. Saat-saat tertentu Nabi menjadi sahabat bagi para sahabatnya yang lain, pada saat lain Nabi sebagai guru atau ustadz bagi sahabatnya.
Fungsi yang kedua adalah fungsi realisasi ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi kerahmatan. Dengan fungsi kerahmatan, maka ajaran Islam akan menjadi sumber perubahan dalam kehidupan menjadi lebih baik, maju, dan luhur, yang akhirnya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dengan fungsi ini, nilai atau ajaran Islam tidak cukup dipahami secara normative un sich, tetapi harus diturunkan menjadi sesuatu yang nyata. Sebagai contoh, ajakan Islaam kepada kebersihan (anadzafatu min al iman). Hadits tersebut tidak cukup dimengerti bahwa kebersihan adalah bagian dari iman, terus sebagai pelaksanaannya tulisan tersebut ditempel diberbagai tempat. Tindakan demikian hanya bersifat demonstrative dan motifatif, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gerak motorik untuk mengamalkannya. Bahkan sering karena banyak tulisan seperti itu tertempel di berbagai tempat, menghasilkan kesan jorok di tempat tersebut.
Oleh kaarena itu sebagai upaya mewujudkan fungsi kerahmatan ini umat Islam harus menjadikan ajaran Islam sebagai sumber nilai, bukankata mutiara yang diharapkan menggugah kesadaran. Sebagai sumber nilai, di sana ada keadilan, kesamaan, kebersamaan, persaudaraan, disiplin, jujur, kebenaran, kebersihan dan sebagainya. Kesemua nilai tersebut, dalam ajaran Islam mengakar pada tauhid. Nilai-nilai tersebut tidak dengan sendirinya dapat diamalkan oleh masyarakat, akan tetapi perlu dijabarkan pada dataran filsafat. Apa sebenarnya keadilan itu, dari mana asalnya, apa isinya, bagaimana hakekatnya, mengapa keadilan itu harus, bagaimana mengaplikasikan keadilan dalam ruang dan waktu, dan sebagainya, adalah berbagai pertanyaan yang harus dijawab untuk dapat memahami dengan benar apa itu keadilan. Selanjutnya dari filsafat keadlian tersebut harus dicaari teorinya. Seperti teori keadilan ekonomi, teori keadilan politik, teori keadilan hokum, pendidikan, dan seterusnya. Sebagaimana yang kita ketahui teori adalah terikat dengan kaidah berpikir ilmiah, seperti rasional, objektif, dan empiiris. Ia dirancang dan dibangun dari ruang nyata kehidupan. Bukan doktrin dan fiksi. Teori, terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Setiap waktu dievaluasi diperbaharui, bahkan bias jadi diganti karena sudah tidak lagi sesuai dengan kenyataan.
Teori berasal dari data yang tersusun rapi serta penjelasannya secara rasional tentang sesuatu persoalan. Penjelasan itu berupa definisi dan proposisi, yang antara satu dan lainya membentuk suatu rangkaian pemikiran baik secara deduktif meupun induktif, serta mengarah kepada kebenaran, baik kebenaran koherensi maupun korespondensi, dan bahkan juga kebenaran teologi. Untuk kebenaran yang terakhir tersebut, memang tidak diakui oleh kebenaran ilmiah, namun kebenaran teologi ini penting mengingat agama adalah sumber nilai yang telah teruji dalam berbagai momentum sejrah. Setiap peradaban besar dan maju selalu muncul di wilayah-wilayah dimana agama mengakar kuat di tempat tersebut.
Giliran berikutnya adalah institusionalisasi nilai atau tahap pelembagaan nilai. Setelah masyarakat memegangi nilai, dan kemudian diperkaya dengan wawasan teoritik dari setiap nilai tersebut, maka tidak secara otomatis masyarakat menjadi pengamal nilai-nilai tersebut sesuai teori ilmiah. Akan tetapi masyarakat masih harus melengkapi diri dengan perangkat-perangkat yang diperlukan untuk aktualisasi nilai dalam kehidupan nyata. Perangkat itu berupa lembaga, baik itu lembaga legislative (pembuat aturan), lembaga eksekutif (pelaksana nilai), dan lembaga yudikatif (pengawas pelaksanaan nilai). Lembaga social tidak berarti hanya berbentuk kantor, tetapi mulai dari berupa aturan, manusia, alat atau barang, dan seterusnya. Lembaga social yang berkaitan dengan kebersihan misalnya berupa: aturan menjaga kebersihan lingkungan, lembaga pelaksana yang menyediakan berbagai perangkat atau alat yang diperlukan untuk menjaga lingkungan, hingga lembaga pengawas kebersihan leingkunga.
Jika datara institusionalisasi ini tuntas dilakukan, maka tahap yang terakhir adalah pelaksanaan nilai dalam kehidupan. Masyarakat yang sudah komitmen kuat memegangi nilai-nilai, ditambah dengan memiliki khasanah ilmu pengetahuan yang berkait dengan nilai-nilai tersebut, ditunjang oleh adanya lembaga=lembaqga yang memudahkan dan mengharuskan mesyarakat melaksanakan nilai-nilai tersebut, maka pengamalan nilai tidak lagi menemui kendala. Dengan sendirinya masyarakat akan penjadi pengamal nilai dalam kehidupan. Inilah dia jawabagan mengapa Barat lebih maju dan “islami” dari umat Islam? Karena mereka memiliki teori, lembaga yang mendukdung untuk hidup sesuai nilai yang mereka yakini kebenarannya.
Sementara dalam hal ilmu pengetahuan ini umat Islam mundur dan tertinggal. Mereka hanya memiliki nilai-nilai yang diyakini, tetapi tidak tahu bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai itu dalam kehidupan. Akibatnya, pada dataran peradaban empiris umat islam tertinggal di belakang. Kita habiskan pikiran dan otak kita untuk menghafal ayat Al Qur’an dan sunah. Ayat dan Sunah tidak berusaha mereka dekati dengan filsafat sehingga tampak sebagai sumber nilai. Tidak juga mereka turunkan dalam dataran ilmu, dan institusinya. Yang terjadi nash alQur’an maupun Sunah Nabi mereka paksakan untuk diamalkan secara langsung dalam kenyataan hidup, yang sudah barang tentu sangat berbeda persoalan dan kompleksitasnya antara zaaman Nabi dengan zaman sekarang. Dengan kata lain, dlam dunia Islam telah terjadi lompatan dalam alur pemikiran logis dan sistimatis. Adaa mata rantau yang hilang dari proses yang semestinya.
Bahkan ada seorang cendekiawan muslim besar Hujatul Islam Imaam Ghazali, Ia membagi ilmu dibagi menjadi dua; yakni ilmu agama yang wajib ain mempelajarinya, dan ilmu umum yang hokum mempelajaarinya wajib kifayah. Pembagian itusebenarnya tidak salah jika tidak untuk memisahkan ilmu agama dan umum. Mestinya kita memahami pembagian ilmu itu untuk menyatukan sekaligus membedakan saja bukan memisahkan. Maksudnya, semua muslim wajib mempelajari ilmu agama pada awalnya, baru kemudian setelah dirasa cukup tuntas, mereka selanjutnya memilih hendak mempelajari ilmu umum yang mana. Jadi mempelajari ilmu umum hakekatnya juga wajib ain, dan wajib kifayah untuk memilih salah satu bidang saja, sehingga diperoleh profesionalitas.
Allahu a’lam.