SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 27 Januari 2010

MEMAHAMI ASMAUL HUSNA 1

Allah memiliki al asmau al husna (nama-nama yang baik). Kesemuanya ada 99 nama. Kesemua nama dalam asmau al husna juga menunjukkan sifat-sifat mulia Allah SWT. Nama-nama itu mesti dipahami sebagai satu kesatuan integral, dan dengan sendirinya akan mengantarkan pada pemahaman tauhid (ke-Esaan Allah SWT).

Al-Rahman dan al-Rahim
Secara bahasa berarti maha pengasih dan maha penyayang. Maha pengasih karena melebihi sifat paling pengasihnya makhluq. Jika makhluq yang paling pengasih adalah seorang ibu, maka pengasih Allah jauh di atas pengasih ibu.Jika seorang ibu mau memberikan apa saja untuk anaknya, tentu-tentu dengan keterbatasan-keterbatasannya, misalnya; tidak semua yang diminta anak diberi ibu, ibu memeberi yang ia bisa dan mau berikan, walaupun sesuatu itu sangat dibutuhkan anaknya, bahkan bisa jadi pemberian ibu itu sesuatu yang berbahaya buat anaknya (pemberian yang salah).
Jauh diatas itu adalah pemberian Allah SWT. Ia memberikan semua kebutuhan makhluq, dengan pemberian yang pasti tepat waktu, tepat tempat, dan tepat ukuran. Hal itu karena, Allah memberikan sesuatu dilandasi ke-Maha Tahuan Allah, dan tentu dengan kehendak yang tiada berpenghalang. Pemberian Allah itu pemberian yang sempurna. Luput dari kesalahan, kekurangan dan cacat. Allah memberi jantung, paru-paru, dan oragan-oragan lain kepada semua makhluq yang membutuhkan, dengan ukuran yang sesuai, walaupun kita tidak pernah memintanya. Bagaimana dengan makhluq Allah yang terlahir dalam keadaan cacat?

Ini ada suatu contoh. Ketika kami tinggal di suatu perumahan di kota Semarang, kami bertetangga dengan orang yang buta (cacat mata). Mereka dua orang, suami dan istrinya. Alhamdulilah anak-anaknya tidak buta. Dengan satu kaca mata (perspektif) semua orang pasti iba kepada mereka. Bahkan tentu ada yang sampai bersuudzan kepad Allah SWT. Tetapi apa yang membuat penulis harus melihat dengan sudut pandang lain? Mereka tidak memanfaatkan “kekurangan” dirinya untuk meminta belas kasih kepada sesama makhluq. Mereka hidup mandiri, si bapak sebagai tukang pijat, dan si ibu membuka warung di rumahnya. Bahkan belakangan mereka juga membuka warung makan. Puncak keheranan campur keharuan dan kekaguman saya adalah ketika hampir setiap jam 03.00 dini hari, bapak yang buta tersebut sudah membangunkan kami untuk mengambil air wudlu dan melaksanakan shalat tahajud.

Subhanallah….. Bertolak dari ajakan-ajakan yang hampir tiap malam tersebut lantas timbul rasa malu kepada diri saya sendiri. Apakah saya, kita yang diberi “indera lengkap” ini memiliki rasa syukur sehebat syukur mereka itu? Jangan-jangan justru congkak dan sombong yang kita miliki dibalik “kesempurnaan” kita. Apakah kita memiliki sikap rendah hati (tawadlu') sehebat rendah hati mereka? Apakah kita memliki sikap kebergantungan kepada Allah yang sedemikian tinggi seperti yang mereka miliki karena “cacat” nya itu? Akhirnya, saya samapai pada kesimpulan; bukankah cacat mereka adalah kesempurnaan yang Allah berikan kepada mereka? Dengan demikian apakah ada yang cacat dalam penciptaan Allah. Maha suci Allah dengan prasangka-prasangka tidak pas. Allah adalah pencipta terbaik ( ahsanu al khaliqin)

Sedangkan al-Rahim adalah Maha Penyayang. Kecuali Maha pengasih, Allah juga Maha Penyayang.Rasa sayang Allah juga luar biasa. Sayang Allah kepada makhuqnya jauh di atas rasa sayang orang tua kepada anaknya.
Rasa sayang Allah diantaranya berkeitan dengan pemberian Allah akan petunjuk (hidayah) kepada semua makhluknya, terutama binatang dengan indera, akal, dan hati yang bekerja dalam bentuk instingnya, dan kepada manusia selain Allah berikan indera, akal, hingga hati, Allah juga memberikan kepada manusia petunjuk (hidayah) untuk menjalani kehidupan. Diantara isi petunjuk itu adalah hadiah berupa pahala dan ancaman berupa siksa neraka. Siksa terutama, bukan berarti Allah kejam kepada manusia. Siksa akan diberika kepada yang melanggar petunjuk. Melanggar petunjuk adalah sesuatu yang membahayakan diri yang bersangkutan, atau bahkan semua manusia. Bahkan dengan sayangnya Allah juga akan mengampuni kesalahan semua makhluqnya kecuali pelanggaran berupa syirik. Pelangagran syirik tidak diampuni karena syirik adalah pangkal kerusakan kehidupan. Dengan tidak akan diampuni, berarti agar sejahat apapun manusia tidak sampai berada pada posisi pangkal kejahatan dan kerusakan. Para ulama abad pertengahan menjelaskan al Rahman ini hanya akan diberika kepada orang yang berimana dan bertaqwa. Hal ini dapat dipahami, karena kita sering kali juga melakuklan hal demikian.

Sebagai contohnya, sepulang bepergian jauh kadang kita memberikan oleh-oleh kepada semua tetangga tanpa pilah-pilih. Tetapi dari semua tetangga itu, yang masuk di dalam hati kita tentu adalah tetangga yang baik, notabene tetangga yang bersikap dan berprilaku sesuai dengan yang kita kehendaki. Bukankah hal yang sama juga pantas dan wajar dimiliki Allah. Dan itu semua bukan untuk Allah tetapi untuk manusia itu sendiri.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar