SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 03 Februari 2010

MENINGGALKAN ILMU UMAT ISLAM TERBELAKANG

Harus diakui bahwa negeri-negeri non-Islamlah yang saat ini lebih maju di antara negarase-dunia, khususnya negara-negara Eropa dan Amerika. Mengapa demikian? Permasalahan sekaligus motivasi bagi dunia Islam untuk bangkit ini pernah diajukan oleh Syaqib Arsalan, ulama kenamaan di awal abad XX yang lalu, namun demikian belum ada jawaban yang final hingga saat ini.

Ketertinggalan dunia Islam memang suatu ironi baik dihadapkan dengan doktrin normatif Islam maupun bukti historisnya. Bukankah ayat alQur’an menyatakan al-Islamu ya’lu ‘ala yu’la ‘alaihi (Islam adalah tinggi dan tidak ada yang melebihinya. Bukankah alQur’an juga menyatakan kesempurnaan ajarannya (QS.5:3)? Bukankah tidak mungkin firman Allah SWT, Dzat Yang Maha Benar, salah dalam segala-Nya, termasuk dalam firman-Nya?

Demikian juga dengan sejarah, sebelum Eropa mengenal renaisance abad 16 yang lalu, maka peradaban Islamlah yang memimpin peradaban dunia saat itu. Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyan di atas benar adanya, dan kemudian kita gunakan sebagai asumsi untuk berhipotesa, maka kesimpulan sementara yang menyatakan bahwa: “Islam tertutup oleh kaum muslimin adalah benar pula adanya.

Meraba permasalahan
Jika kita juga melakukan identifikasi atas berbagai hal yang dimungkinkan terkait dengan ketertinggalan dunia Islam, maka hipotesa di atas akan semakin kuat kebenarannya.

Sumber Daya Alam (SDA)
SDA yang dimiliki negara-negara muslim dapat dikatakn melimpah. Mulai minyak hingga pertambangan dan hutan yang dibutuhkan dunia ada di negara-negara Islam. Sehingga dari segi alam dunia Islam mestinya lebih maju dari yang lain. Kelayaan SDA ini memang menjadikan beberapa negara Islam khususnya dari Timur Tengah tergolong negara-negara berkecukupan bahkan kaya. Namun harus segera kita sadari bahwa term kaya bukan berarti maju. Karena negara yang disebut maju adalah jika negara tersebut cepat dalam mengantisipasi tantangan dan peluang di masa depan, memimpin, mandiri terutama dalam bidang sain dan teknologi, hingga hankam), yang dari itu semua akhirnya kaya secara ekonomi. Bukankah Jepang dan Singapura –menyebut beberapa contoh—adalah negara-negara yang memiliki wilayah sangat sempit? Namun demikian mereka raja dalam hal teknologi dan kesejahteraan. Demikian juga dengan negara-negara Eropa.

Sumber Daya Manusia (SDM)
Setidaknya secara kuatitatif, seperlima warga dunia adalah muslim. Sekalipun hal ini justru akan menjadi bumerang bagi dunia Islam jika keunggulan kuantitatif ini tidak diimbangi dengan keunggulan kualitas SDM. Memang memprihatinkan, tenaga kerja di luar negeri yang berasal dari negara-negara Islam kebanyakan bekerja di sektor pekerja kasar, mulai dari pembantu rumah tangga hingga kuli bangunan. Sebaliknya, pekerja luar negi di negar-negar muslim berada di high sektor. Ini semua menjunjukkkan bahwa SDM di negara muslim berkualitas rendah. Keadaan SDM yang memprihatinkan ini bisa jadi adalah sebab sekaligus akibat ketertinggalan dunia Islam.

Bangaimana dengan gelombang imperialisme Barat di hampir seluruh wilayah dunia Islam selama beberapa abad yang lalu? Apakah mereka penyebab ketertinggalan dunia Islam? Jika kita melihat sejarah di dunia Islam, tidak mudah untuk menyatakan imperialisme sebagai penyebab. Karena, bukankah sebelum gelombang imperialisme Barat masuk ke dunia Islam, dunia Islam telah mengalami kemunduran baik dalam hal ilmu pengetahuan, politik, hingga perdagangan? Pada abad XII Bagdad simbul kejayaan dunia Islam di wilayah timur sudah dihancurkan oleh pasukan Mongol. Tidak lama kemudian hal yang sma juga dialami oleh Cordova (Spanyol). Diawali dengan semakinmelemahnya kekuatan politik penguasa Bani Umayah di ujung benua Eropa itu, kemudian disusul dengan meredupnya cahaya cemerlang universitas-universitas Islam di bumi Eropa, akhirnya tamat sudah sejarah kemegahan Islam di Eropa yang telah berjalan tidak kuurang dari 5 abad. Lalu apa permasalahan sebenarnya dialami dunia Islam sejak awal keterbelakangannya hingga kini?

Kami menduga bahwa pusat permasalahannya terletak pada pola berpikir (mind set) yang kurang tepat –untuk tidak mengatakan salah sama sekali--, yang dimiliki kaum muslimin. Kesalahan ini mulai dari salah dalam cara pandang terhadap doktrin agama, kerancuan dalam berpandangan hidup, hingga akhirnya kesalahan dalam berilmu pengetahuan. Yang akhirnya salah juga dalam ber sikap dan prilaku. Benarkah demikian?

Salah Kaprah
Kita sering melihat berbagai hadits Nabi ditempel di dinding-dinding kamar mandi dan tempat wudlu. Diantara hadits itu adalah, “Kebersihan bagian dari iman”. Penempelan tulisan itu bertujuan untuk memotivasi kaum muslim agar menjaga kesehatan. Apa yang salah? Sekilas memang tidak salah. Tetapi mari kita amati dengan agak kritis.

AlQur’an dan Hadits Nabi adalah dua sumber ajaran Islam. Jika Al Qur’an adalah kalam Ilahi yang memiliki tingkat kebenaran mutlak. Di dalamnya menjelaskan kehidupan ini secara lengkap, dunia-akherat, batin-lahir, pencipta-yang diciptakan, baik-buruk, benar dan salah. Tetapi janganlah kita lupa bahwa kelengkapan alQur’an tidak berarti juga menjelaskan tentang hal-hal yang teknis, operasional, dan aplikatif.

Kepemimpinan misalnya walau begitu penting dalam hidup ini, alQur’an tidak membahas bagaimana bentuk teknisnya. Begitu juga dalam hal shalat misalnya, tidak kita temukan bagaimana cara takbir, rukuk dan sujud, dan sebagainya. Islam sangat peduli dengan hidup sehat. Tidak ada ajaran agama yang membahas secara rinci air-bersuci. Namun apakah kita bisa temukan berbagai jenis mikro-bakteri, bagaimana sistim sanitasi, berbagai jenis penyakit dalam? Tentu tidak adak penjelasan berbagai hal teknis dan rinci tersebut. Karena alQur’an memang bukan buku ilmu pengetahuan. Intinya, al Qur’an adalah sumber nilai yang posisinya di atas nilai, filsafat, idiologi, apa lagi teori dalam ilmu pengetahuan. Pada hal sesuatu yang terkait langsung dengan prilaku hidup adalah ilmu pengetahuan. Ia senantiasa berkembang dari waktu ke waktu.

Ada kenyataan baru---teori baru---ilmu pengetahuan ----diaplikasi----perubahan / ada kenyataan baru---teori baru …..begitu seterusnya. Ilmu tidak pernah berhenti berkembang. Sedang teks-teks alQuran dan Hadits adalah tetap. Lalu bagaimana caranya agar kedua sumber ajaran Islam yang universal tersebut senantiasa up to date dan aplicable?

Dari dataran teks menuju dataran aplikasi, terdapat dataran lain yang tidak boleh dilompati. Ia adalah dataran filsafat dan ilmu. Jika filsafat menunjukkan hakekat, arah, tujuan dan maksud ilmu, maka ilmu berbicara masalah-masalah yang nyata objektif-empiris. Nilai Islam menjadi landasan filsafat tersebut. Dan untuk selanjutnya ilmu yang mengurai hingga samapi dataran sangat teknis.

Untuk jelasnya, kembali kita contohkan dengan masalah bersuci (thaharah). Di antara “anadzhafatu min al iman” dan pemasangan tulisan di dinding-dinding toilet harus ada bangunan ilmu kebersihan-kesehatan-penyakit-pengobatan-perawatan. Awalnya siswa-siswa sekolah muslim harus dikenalkan dengan doktrin kebersihan bagian dari iman, lantas diajak berfikir mengapa islam sangat peduli dengan kebersihan, bahkan menyatu dengan keimanan? Baru kemudian mereka harus belajar mikro organism dalam berbagai jenis air, apa akibatnya jika mikroorganisme tersebut masuk dalam tubuh manusia, apa saja jenis penyakit,….. dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan kesehatan.

Barat maju tanpa dipandu agama yang hebat, bahkan mereka maju dengan meninggalkan agama. Tatapi jangan salah, bahwa Barat maju dengan ilmu pengetahuan. Mereka tidak mengenal doktrin “anadzhafatu min al iman” tetapi mereka sangat pintar ilmu tentang air dan ilmu lain yang terkait, penyakit, sanitasi, pengobatan, dan sebagainya, sehingga muncullah kesadaran dalam diiri orang-orang Barat untuk hidup sehat. Akhirnya lahirlah budaya sehat. Sehingga tidak aneh jika dalam hal kesehatan lingkungan, orang Barat lebih Islami dari kita umat muslim.

Demikian juga berkenaan dengan teknologi antariksa. Barat tidak mengenal doktrin tuju lapis langit, perbintangan, tetapi mereka rajin meneliti apa itu langit? Kemudian lahirlah ilmu tentang ruang angkasa, pesawat ruang angkasa, kehidupan di ruang angkasa, dan sebagainya.

Kerkurangan Barat adalah ketika mereka tidak dipandu oleh nilai yang dapat membantu pemikiran tentang makna, maksud, dan tujuan adanya langit, ruang angkasa, dan bahkan hakekat, maksud dan tujuan hidup. Banguna ilmu pengetahuan Barat mengalami meaning less, kehilangan makna. Makna bagi mereka tidak keluar dari kepeningan picik dan terbatas kehidupan maanusia. Bahkan terlalu kasar memang namun demikian adanya. Hakkekat, maksud, dan tujuan hidup yang melaandasi arah ilmu pengetahuan Barat tidak melewati sekitar daerah perut dan di bawah perut. Terlalu sulit bagi ilmu pengetahuan Barat untuk memahami kehudpan pasca dunia, kebangiktan saat kiyamat, mizanul amal, dan sebagainya yang anak Islam hafalkan sejak masih balita.

Ringkasnya jika umat Islam menyimpan panduan hidupnya di dalam almari baja, bahkan sangat sulit untuk membukanya. Sementara Barat tidak mengenal panduan hidup, tetapi memiliki semua sarana hidup.

Persoalannya kemudian adalah mungkinkah mengejar ketertinggalan umat ini? Jawabnya pasti mungkin, karena jawaban tidak mungkin adalah bentuk putus asa dan putus asa adalah sikap mengingkari Allah Dzat yang Maha Kuasa. “Bagitu saja kok repot, kaya tidak punya Tuhan saja” kelakar Alm. Gus Dur bisa jadi pas buat umat islam. Tetapi persoalannya adalah bagaimana jawaban mungkin itu memang dapat menjadi kenyataan, bukan sekedar menghibur diri. Ada usul? Kita tunggu ya…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar