SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 20 Oktober 2010

ISLAM : TUHAN, MANUSIA, DAN ALAM

Islam adalah agama yang sempurna. Ajarannya meliputi seluruh kehidupan manusia tanpa terkecuali, dari bangun tidur manusia hingga tidur kembali di atur oleh Islam. Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Islam adalah agama sekaligus peradaban. Di mana ada komunitas muslim di situ akan terekspresi kehidupan yang khas dengan budaya dan peradaban. mengapa demikian? dari mana seorang muslim mendapatkan legitimasi dalam berislam sehingga mengekspresikan kehidupan yang khas tersebut? Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut kita perlu mengawali pembahasan mengenai al Qur’an.
Al Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW
Hampir semua ulama berpendapat bahwa al Qyr’an merupakan mukjizat terbesar Nabai SAW. Di mana kemukjizatan itu dapat dibuktikan. Sementara adaa yang menjawab kemukjizatan al Qur’an terletak dalam sastranya. Terhadap jawaban ini, pantaslah kita ajukan pertanyaan, jika benar kemukjizatan alQur’an terletak pada nilai sastranya, bisa diajukan pertanyaan seberapa urgen kesusasteraan dalam kehidupan, sehingga Allah meletakkan kehebatan al Qur’an dalam hal sastra? Pada hal kehidupan akan tetap tidak terganggu tanpa sastra. Ada juga yang mengajukan jawaban kemukjizatan alQur’an pada keterjagaannya. Memeang al Qur’an merupakan peninggalan sejarah yang sangat terjaga otensitasnya, namun apakah di dalam otensitasnya itu kehebatan al Qur’an. Bukankah otensitas hanya merupakan efek dari kehebatan al Qur’an yang lain. Missal al Qur’an tidak berguna, mungkin akan lebih mudah hilang atau rusak. Lalu dalam hal apa kemukjizatan al Qur’an?
Ada sebagian ulama –Ibnu Taimiyah-- yang berpendapat bahwa kemukjizatan al Qur’an terletak pada kemampuan al Qur’an membentuk dan membangngun suatu pandangan dunia yang khas. Pandangan dunia (wordl view) adalah cara pandang terhadap kehidupan yang kemudian melahirkan prilaku baik pada individu maupun komunitas. Orang menyebut pandangan dunia juga dengan idiologi, yakni idea dan logos –doktrin –keyakinan terhadap ide-ide dasar tentang kehidupan yang diyakni kebenarannya untuk kemudian membentuk cara pandang tentang kehidupan masa depan, masa kini dan masa lalu, berikut methode, strategi pencapaian masa depan tersebut. Bagaimana al Qur’an membangun idiologi?
Fazlurrahman membantu kita untuk memahami alQur’an sebagai suatu sistim ajaran yang lengkap (komprehenship). Dalam bukunya The Major Themes Of Qur’an yang diterjemahkan menjadi Thema Pokok Al Qur’an, ia menjelaskan kehebatan alQur’an terletak pada tujuan diturunkannya kitab suci tersebut yakni untuk membentuk masyarakat yang etis dan egalitarian. Hal mana tanpak pada kritik Qur’an pada disekulibrium ekonomi masyaarakat Arab saat itu. Dengan kata lain alQur’an adalah kitab petunujk bagi manusia untuk merealisasikan masyarakat ideal. Hal tersebut menurut Rahman terbukti dari pembahasan al Qur’an pada beberap thema pokok kehidupan manusia, mulai dari pembahasan akan Tuhan, manusia, alam, Nabi-rasul, Syaithan, dan hari akhir.
Mengapa thema-tehma tersebut disebut thema pokok? Ya, karena kehidupan dengan segala kompleksitasnya sebenarnya termasuk dalam kerangka interaksi antar thema tersebut. Yakni manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam, hingga keadaan hidupnya di akherat.
Pertanyaan lainnya adalah, mengapa al Qur’a sebagai kitab petunjuk bagi manusia, tidak member petnjuk praktis bagi manusia untk melakukan ini dan tidak melakukan itu (hal-hal teknis dalam hisup)? Ya. Inilah kehebatan al Qur’an.
Dengan menjelaskan berbagai hal mendasar dan pokok dalam kehidupan itu, al Quran mampu membejadi petunjuk bagi manusia sepanjang masa. Karena kehidupan manusiaa secara universal sebenarnya tidak keluar dari interaksi antar Tuhan, manusia dan alam tersebut. Kecuali itu, jika al Qur’an menjelaskan hal-hal teknis dalam hidup, maka bukan kitab suci namanya tetapi kitab petunjuk dan teknis (juknis) kehidupan. Jika iitu yang dilakukan maka ada masanya al Qur’an menjadi kurang relevan dengan persoalan nyata, dan kehilangan universalitasnya.
Al Qur’an : Tuhan
Mengapa tuhan begitu penting untuk dijelaskan dalam alQur’an. Atau dengan pertanyaan lain, mengapa Tuhan merasa penting untuk menjelaskan dirinya pada menusia? Ya, penjelasan itu begitu penting, karena di dalam sejarahnya manusia tidak pernah bisa secara pasti memahami siapa Tuhan dalam hidup ini. Bagaimanapun hebatnya manusia menggunakan pikirannya untuk mendapatakan kepastian siapa sebenarnya tuhan pasti akan gagal. Pikiran manusia bersifat relative. Sehingga hasil pemikirannya baik itu berupa ilmu pengetahuan maupun filsafat akhirnya juga relative. Mungkinkah kehidupan didasarkan pada kebenaran yang bersifat relative?
Demikian juga tentang Tuhan, semua aspek kehidupan alam semesta ini bergantung terhapak persepsi tentang tuhan. Orang Jawa misalnya memiliki persepsi tentang Tuhan seperti dalang sedangkan manusia dan alam seperti wayang. Dalang adalah pemilik mutlak atas wayang serta perannya dalam sebuah lakon. Sebaliknya wayang tidak berdaya sedikiitpun terhadap dirinya sendiri. Dari persepsi yang demikian lahirlah watak manusia Jawa yang fatalistic, pasif, dan serba menyerah. Jika kebetulan ia benar, baik, dan beruntung, itu karena kehendak Yang Mnaha kuasa yakni Dalang. Sebaliknya jika mereka salah, buruk dan rugi juga karena dalang, yang harus dibawakan dengan sikap nrimo ing pandum. Agama yang fatalistic inilah agama yang dipersepsikan sebagai candu pembuat mabuk oleh Karl mark dalam idiologi komunismenya.
Pada sejarah hidup kemanusiaan, pencarian manusia akan siapa Tuhan sudah lama dilakukan dengan pikirannya. Namun ujung dari pencaqrian itu dapat kita saksikan jauh dari kenyataan akan Tuhan itu sendiri. Manusia primitive menemukan Tuhan sebagai kayu besar, batu besar, dan berhala yang mereka ciptakan sendiri. Semua itu mereka yakini memiliki roh yang berkemampuan di atas kemampuan manusia. Hubungan antara Tuhan dengan manusia adalah hubungan yang bersifat tidak rasional bahkan takhayul dan khurafat. Semua misteri ketidakmampuan manusia adalah wilayah kerja Tuhan. Semua yang selain itu adalah wilayah kehidupan manusia bukan wilayah Tuhan. Ketika misteri itu tidak ada maka sudah tidak ada lagi wilayah Tuhan.
Para filosof, berusaha menemukan Tuhan dengan pikirannya. Di ujung pemikirannya akhirnya mereka mengenal Tuhan walaupun juga jauh dari realitas Tuhan itu sendiri. Capaian tertinggi kaum filosof tentang Tuhan menye butkan bahwa tuhan sebagai prima causa (pencipta pertama). Akal juga dapat sampai pada pemahaman bahwa prima causa mestilah tunggal, bebas dari hokum alam, unik, dan lebih dari yang lain.
Filosof Barat, Rene Descartes berkesimpulan bahwa Tuhan telah mati (The god is deat). Kaitannya dengan alam menurut Descart, tuhan memang benar telah menciptakan alam dengan segal hukumnya, namun kemudian alam dibiarkannya kerja sendiri, sebagaimana jam yang telah diciptakan kemudian ditinggalkan oleh penciptanya, sementara jam itu bekerja dengan hukumnya. Pemahaman akan tuhan tersebut tentu tidak keluar dari idiologi Materialisme Barat. –keyakinan bahwa ala mini pusatnya benda, manusia dan tuhan adalah subordinan dari benda tersebut.
Atas dasar persepsi tentang tuhan yang demikian maka Barat telah lama (sejak kebangkitannya abad 16) telah kehilangan realitas diluar dunia yang materialistic. Barat telah lama kehilangan realitas metafisika; Tuhan, akherat, dan aspek bathiniah manusia. Dengan ini Barat kehilangan landasan akar segala nilai. Benar, salah, baik-buruk, untung rugi dipahami sebagai fungsi dari benda belaka. Inilah akar masalah dari peradaban Barat.
Melihat kebunutan manusia dalam mencari tuhannya itulah, maka Tuhan dengan maha pemurahnya kemudian mengutus para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan risalahnya kepada umat manusia. Inti dari semua risalah tersebut yaitu monotheisme. Suatu keyakinan bahwa tuhan itu satu, tiada bersekutu dengan apapun. Jika filsafat hanya dapat meraba dalam ketidak pastian tentang siapa tuhan, maka agama melalui teks-teksnya secara tegas, serta rinci, kemudian menjelaskan siapa Tuhan yang sebenar-benarnya.
Al Qur’an hadir dengan penuh ketegasan menjelaskan tentang siapa Tuhan. Dialah Allah, tiada tuhan kecuali dia.Tidak beranak, serta tidak diperanakkan. Tempat bergantung segala sesuatu. Dia Yang maha Pengasih, Maha penyayang, Maha adil, Maha mengetahuia yang ghaib dan yang nyata,Yang awal, Yang Akhir, yang lahir, Yang bathin, Maha pintar, Maha Pemberi Rizki, Maha Pencipta, Maha emberi bentuk, Maha pengampun, Maha Penerima Taubat, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Merajai, Maha Suci, maha menyelamatkan, … dan seterusnya.
Dari persepsi tentang Tuhan yang demikian akan lahirlah manusia yang aktif, sekaligus, pandai menyerahkan diri kepada Nya, bertanggung jawab, hati-hati, memiliki visi tentang masa depan yang jelas, optimis, kuat tidak mudah putus asa, adil, berani, dan rendah hati…… bukan penghamba materi, tetapi peduli dengan lingkungan dan alam, dan sebagainya. Inilah gambaran tentang manusia sempurna (insane kamil).
Qur’an : manusia
Setelah persepsi tentang Tuhan tuntas dijelaskan oleh al Qur’an, kemudian alQur’an juga menjelaskan tentang manusia. Sebenarnya siapa itu? Dari apa ia diciptakan, sebagai apa mereka hidup, kemana setelah hidup di dunia ini selesai? Bagaimana ukuran kemuliaannya, mengapa ia cenderung berbuat praktis?
Seperti dalam menejelaskan tentang Tuhan, Al Qur’an menjelakan tentang manusia juga sangat detil dan pasti. Penjelasan itu bertebaran dalam berbagai ayat al Qur’an. Seperti; manusia itu terbuat dari sari pati tananh, kemudia air mani. Ia dapat menjadi makluq yang paing mulai, sebaliknya dapat menjadi makluk yang paling nestha. Mulia karena iman dan amal shalehnya. Dia diciptakan untuk menjadi wakil Allah di muka bumi, guna memakmurkan alam raya ini. Ia juga berpredikat sebagai hamba Allah.
Kecuali sebagai individu, dengan segala keinginan dan pertanggung-jawabannya, manusia juga sebagai makluk social, yang harus peduli pada orang lain dan masyarakat lingkungannya. Bermula dari laki-laki kemudia wanita, kemudian keduanya saling mencintai, akhirnya berkeluarga dan bermasyarakat. Semua manusia itu sederajat kecuali dalam ketaqwaannya. Hubungan antar manusia harus dalam kerangka tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan permusuhan.
Manusia sebagai hamba dan khaalifah Allah harus melakukan peran-peran pemakmur dunia dan penegak kebenaran dan keadilan. Dua peran tersebut akan menjadikan manusia hidup dengan kemuliaan dan kebehagiaan baik di dunia ini maupun nanti di akherat.
Jika sudah sampai saatnya, manusia itu harus kembali menghadap Tuhannya, di akherat. Mereka tidak membawa apapun tentang dunia kecuali amal perbuatannya. Tidak ada amal perbuatannya kecuali akan dipertanggung-jawabkannya di kehidupan abadi (akherat). Jika hassil catatan amalnya baik maka manusia akan masuk surge, tetapi jika amal buruknya yang mendominasi maka nerakalah tempatnya. ….dan seterusnya.
Perspektif al Qur’an tentang manusia itu menjawab tuntas siapa sebenarnya manusia, dari mana asalnya, dan hendak kemana akhirnya. Sehingga tidak ada keraguan lagi, manusia mesti bagaimana bersikap dengan Tuhannya, bergaul dengan sesamaanya, harus berperan seperti apa, ia akan menjadi pejuang atau pecundang, pahlawan apa penjahat, kesemuanya sudah begitu jelas, al Qur’an menjadi landasan hidup.
Al Qur’an : alam
Kehidupan berlangsung di alam, kecuali bersama tuhan, manusia, serta juga alam. Sebagai pandangan hidup yang lengkap alQur’an juga menjelaskan tentang apa sebenarnya alam. Apa tujuan penciptaannya. Bahkan Qur’an juga menjelaskan bagaimana manusia mesti bergaul dengan alam.
Alam diciptakan Tuhan dalam enam masa, dengan bermula dari air. Matahari, bumi, bintang dan bulan masing-masing beredar sesuai dengan qadarnya. Semua alam ini bertasbih memuji tuhannya menurut bahasanya masing-masing, baik dengan suka rela atau terpaksa.
Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang adalah tanda-tanda akan kebesaran tuhan. Semuanya diciptakan untuk menusia. Namun demikian dalam mengggunakannya manusia tidak boleh rakus dan merusak. Semuaa alam semesta ini diciptakan dengan keseimbangan dan keharmonisan. Jika ada kerusakan di darat maupun di laut badlaah karena ulah tangan manusia.
Alam ini bagi manusia sekaligus sebagai amanah yang harus dipertanggung-jawabkan nanti di akherat, sekaligus debagai ujian dan cobaan. Apakah manusia akan puas dengan dunia ini, sehingga ia menjadi ingkar pada Tuhannya serta kehidupan abadinya nanti di akherat? Ataukan ia akan menjadikan dunia ini sebagai lading tempat bertanam untuk dipetik hasilnya nanti?
Kahidupan dunia tidak lain sebagai sendau-gurau dan main-main. Kehidupan akheratlah kehidupan yang amat serius. Itulah karenanya manusia tidak boleh terlena oleh dunia yang penuh dengan perhiasan ini. Dengan pemberian Tuhan berupa ala mini mestinya manusia akan semakin bersyukur pada tuhannya, bukan justru membuatnya lupa dengan tuhannya. Alam sedemikian lengkap diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Penjelasan di atas adalah sebagian dari penjelasan alQur’an tentang tiga tema pokok kehidupan (Tuhan, Manusia, dan Alam). Tidak cukup sampai di situ beberapa thema penting lain juga dijelaskan dalam al Qur’an. Misalnya penjelasan tentang akherat, nabi dan rasul, serta syetan. Semua penjelasan tersebut sebagai satu kesatuan integral yang akan menghadirkan konstruksi berpikir yang sedemikian lengkap tentang kehidupan.
Konstruksi berpikir demikian pada paro pertama abad VI M telah diimplementasikan secar konkrit oleh Nabi Muhammad SAW beserta para shahabatnya ketika itu berikut generasi-generasi sesudahnya. Hingga akhirnya pada beberapa abad sesudah itu dari komunitas muslim itu terukir satu peradaban indah baik secara spiritual, intelektual, dan fisikal. Satu peradaban yang paling maju dan paling beradab sepanjang sejarah kemanusiaan. Jika decade belakanagan ini peradaban tersebut mengalami kemunduran dan terkalahkan oleh peradaban lain adalah persoalan lain yang harus dikaji kembali leterbelakang dan penyebabnya. Namun setidaknya pandangan hidup yang dibengun oleh landasan alQur’an bukanlah pandangan hidup yang yang bersifat utopia (baca: mimpi).
Allahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar