SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 23 Desember 2009

MENJADI DIRI BERNURANI

Berusaha Menjadi Diri Yang Bernurani
agus wahyu t.

• Kembali kita bersyukur bahwa kita mesih diberi kesempatan Allah untuk menyelesaikan melaksanakan peritah Allah yakni shiam Ramadhan, karena banyak sekali keutamaan yang Allah berikan di bulan tersebut. Diantaranya : Mendapatkan ampunan akan dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Dengan ampunan-Nya berarti Allah mensucikan kita sehingga keadaan diri kita kembali suci (‘idul fitri). Kembali seperti keadaan bayi ketika dilahirkan. Semua orang tidak ada yang benci kepada bayi., sekalipun bayi itu anak dari orang yang ia benci. Semua menyayangi bayi. Mengapa demikian ? Karena bayi dalam keadaan bersih suci (fitri), tidak memiliki kesalahan dan dosa.. Lebih dari itu dalam Al Qur’an disebutkan bahwa setiap bayi lahir berarti ia telah mengikat janji untuk menyembah kepada Allah SWT. “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka; “Bukankah aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab betul kami menjadi saksi….” ( QS 7: 172). Itu artinya bahwa bayi itu dalam keadaan ber-tauhid (mu’min) sekalipun orang taunya bukan seorang mukmin. Rasulullah SAW dalam haditsnya bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam kondisi fitroh, orang tuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”.
• Dalam perkembangannya fitrah itu kemudian menjelma menjadi hati nurani. (hati : jawa, nurani (Arab) : bercahaya), yang berarti hati yang bercahaya. Hati nurani ini punya sifat selalu membela kepada kebenaran, terlepas apapun agamanya, dari mana sukunya ia tetap mencintai kebenaran.
Contohnya ketika seseorang melihat TV, ada sinetron, dalam sinetron ada peran penjahat dan orang yang benar yang menjadi korbannya, pasti semua orang membenci penjahat tersebut, serta membela si korban yang benar.
• Dan hati itu bersifat jujur, tidak mau berbohong. Contohnya ketika kita melakukan kebohongan pasti hati kita mengingatkan “heh kok bohong”. Ketika kita benar-benar salah dalam berhubungan dengan orang lain, sekalipun mulut kita mengatakan kita benar, hati kecil kita pasti megaku tetap salah. Hati tidak pernah bohong.
• Hati inilah yang dapat merasakan kita dekat dengan Allah, merasakan khusuknya shalat, merasakan tenangnya ketika kita berdzikir, membaca qur’an, bertahajut bersujud kepada Allah SWT, hati yang menghadirkan kita sehingga seolah olah berhadap-hadapan (bermuwajahah) dengan Allah Azza wa jalla.. Hati yang demikian akan menjadi pemandu, penuntun, penunjuk jalan bagi pemiliknya dalam menjalani hidup sehari-hari, sehingga kita terhindar dari terjerumus masuk kedalam jurang dosa.
• Namun demikian hati ini juga laksana cermin yang jika dalam keadaan suci dan bersih akan tampak jelas segala sesuatu dihadapannya, dan jika ia kotor penuh noda menjadi suram dan tidak terlihat apa yang dihadapnnya. Semua perbuatan maksiat kepada Allah, akan berakibat hati kita bernoda, semakin banyak dan biasa kita berbuat maksiat maka semakin hitam kelam hati., hingga tidak lagi kelihatan olehnya apa yang dihadapanya. Si pemilik hati ini tidak lagi mengenal salah dan benar, baik dan buruk , makruf atau mungkar, haram atau halal, apa lagi mengenal Tuhan. Orang ini biasanya bilang “mana tuhan, sejak dulu hingga sekarang belum pernah ketemu” Pada hal sebenarnya siapa yang menciptakan kita, menggerakkan jantung kita hingga tak pernah berdegup, paru-paruhingga dapat bernafas, darah yng tek henti-hentinya mengalir di seluruhbagian tubuh, memberi kita rizqi, ketenangan, dan nikmat-nikmat yang lain? Hati yang demikian ini semakin keras membatu sehingga tidak lagi mampu menerima dan mendengarkan kebenaran, inilah hati yang tertutup (Arab : kafir). Dalam (QS. 2 : 6-7) Sesungguhnya orang-orang kafir itu sama saja bagi mereka kamu beri peringatan ataupun tidak, mereka tidak akan beriman. Allah telah

mengunci mati hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka tertutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” Orang yang hampir sama tetapi menampakkan keimanan secara lahiriah saja dalam hatinya sebenarnya kuruf inilah yang disebut orang munafik.(QS. Al Baqarah : 8-10). Hati bisa putih, bersih dan suci, tetapi bisa juga tertimbun noda, hitam dan membatu.
• Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda “Dalam diri anak Adam ada segumpal darah, jika ia baik maka akan baik seluruh tubuh dan prilakunya, dan jika ia jahat maka akan jahat pula seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati.”
• Di sinilah pentingnya kita selalu menjaga hati kita agar tidak terkena noda. Jika kita terlanjur berbuat salah dan dosa maka taubatlah pintunya.
• “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah degan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga. (QS. Attahrim :8). Sebanyak apapun dosa yang kita bawa insya Allah akan diampuni allah ketika kita taubat yang sebenarnya. Terkenal sekali kisah orang yang banyak berbuat dosa hingga membunuh 99 orang datang kepada seorang pendeta ……
• Selain itu semua ibadah dan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan sesudah itu akan menjadi penghapus dosa itu, demikian juga segala bentuk ibadah yang kita lakukan seperti puasa Rasulullah SAW bersabada “ Barang siapa yang berpuasa karena iman dan pesnuh kesadaran (perhitungan) akan diampuni segala dosanya yang telah lalu” Demikian juga sholat yang kita lakukan, Rasulullah pernah mengumpamakan sholat dengan sungai di depan rumah seseorang, sehingga ia daat mandi 5 X sehari, tanya Rasulullah “apakah masih akan tersisa noda dalam tubuh seseorang itu ? “tentu tidak ya Rasul, itulah perumpamaan sholat 5 waktu. (HR. Bukhori Muslim)
• Itulah karenanya semua ibadah yang kita lakukan hakekatnya bukan untuk Allah. Allah yang Maha Kuasa, tidak butuh sholat kita, semua manusia ini taat Allah tetap dalam Maha Kuasaanya, semua orang ini durhaka kepada Allah Allah juga tetap dalam Maha Kuasanya. Ibadah, ketaatan, yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri.

• “ Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri , dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya lagi Maha Mulia.”(QS. Anml 27 : 40)
• Kekhilafan yang berkaitan dengan hak orang lain, maka kewajiban kita untuk mohon maaf kepada yang bersangkutan. Dengan saling memaafkan maka akan berguguranlah dosa-dosa kita dengan sesama. Inilah kiranya yang mendorong diadakannya tradisi halal bi halal di dalam masyarakat kita. Jadi halal bi halal tidak lain dimaksudkan agar kesucian yang kita peroleh dapat semakin sempurna, karena dimaafkan oleh sesama. Selain itu tentu ada hikmah yang lain.
• Kebersihan hati tersebut selanjutnya akan menjadi penuntun bagi pemiliknya untuk mememiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) dalam kehidupan sehari-hari.
• Sehingga mestinya orang yang rajin beribadah akan santun dengan sesama, bahkan dengan hewan atau tumbuhan sekalipun.
• Semoga Allah memberika hidayah, inayah dan taufiq dan pertolongannya kepada kita sehingga kehidupan kita ini semakin baik dan dinaungi oleh barokah dan rahmat Allah SWT. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar