SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Jumat, 25 Desember 2009

AQIDAH TERAPAN

AQIDAH TERAPAN
agus wahyu triatmo


1. Keyakinan seorang muslim yang paling fundamental adalah kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang juga disebut syahadat tauhid. Dan Muhammad adalah utusan Allah, yang disebut syahadat rasul. Dari keduanya syahadat tauhid yang paling mendasar.
2. Keyakinan muslim kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya membuat, hubungan muslim dengan Allah SWT begitu dekat. (idza saalaka ibadi ani fa ini qorib (QS.2:186). Namun demikian perasaan jauh atau dekat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi batiniah seorang muslim.
3. 3 Hal yang menjadikan dekat hubungan seorang muslim dengan Allah (ma’rifatullah); Iman yang bersih; ikhlas yang murni; jihad yang sungguh-sungguh.
4. Iman yang bersih . Untuk beriman kepada Allah SWT, mestinya harus didahului dengan mengenal-Nya. Kita dapat mengenal Allah melalui 99 nama-namanya (asmaulhusna): arrahman, arrahim, al malik, al qudus, dsb (QS.7:180; qs.59:21-24). Jika nama-nama itu dipahami dengan sungguh-sungguh, maka jadilah kita mengenal Allah dan selanjutnya mendekatkan diri pad-Nya.
5. Sebagai contoh adalah iman kepada al shomad (Allah tempat bergantung). Tidak ada tempat bergantung kecuali kepada Allah SWT. Jika suatu saat kita berobat, dengan kesadaran obatlah yang dapat menyembuhkan kita, kemudian kita menjadi tergantung pada obat tersebut. Seorang istri bisa jadi bergantung pada suami, seseorang bergantung pada pekerjaan, dsb-nya. Jika muncul pertanyaan, “apakah kalau sakit kita tidak perlu berobat?” “Apakah kita juga tidak perlu bekerja?” Tentu jawabnya, berobat, bekerja adalah kewajiban kita sebagai manusia. Jika kita lakukan dengan sebenar-benarnya justru menjadi lahan beramal dan beribadah. Bahkan, jika kita tidak melakukannya, maka kita berdosa. Tetapi kesadaran bahwa yang memberi makan, dan rizki bukanlah pekerjaan kita, yang menjadikan kita sembuh bukanlah obat yang kita gunakan tersebut, melainkan Allah SWT. Dengan kesadaran ini maka kita akan dapat bersyukur kepada Allah jika berhasil dalam berikhtiar, dan kita dapat menerima kegagalan dengan penuh kesabaran dan ridlo, serta tidak mudah putus asa. Di sinilah kita kadang-kadang tidak sadar telah menduakan Allah SWT (musyrik) dengan yang lain sebagai tempat bergantung. Jadi musyrik tidak harus dengan menyembah kayu dan batu besar, membakar kemenyan, dll.
6. Beriman pada Al Muqtadir (Allah Maha Berkehendak). Beriman pada al Muqtadir, berarti berkeyakinan bahwa Allah memiliki kehendak. Namun berbeda dengan kehendak kita manusia, kehendak Allah pasti terjadi. Tidak ada yang dapat menghalangi terjadinya kehendak Allah. Inama amruhu idza arada syaia an yaqulu kun fayaku (QS. 36:82). Bagi orang yang beriman kepada al muqtadir, ketika ia berkehendak, membuat rencana tentang apa yang akan ia lakukan, tentunya didasarkan pada kesadaran bahwa Allah SWT Maha Berkehendak. Sehingga ia mengucapkan insya Allah. Kehendak kita akan terlaksana jika Allah kehendaki, jika Allah memberi kita pertolongan untuk melakukan rencana kita. Dengan kesadaran ini, kita dapat bersyukur dan tidak sombong jika berhasil dalam melaksanakan suatu rencana. Jika kehendak kita gagal, maka kita sadar bahwa kehendak Allah yang berjalan, dan kita harus terima dengan penuh ridla dan sabar. Jadi insya Allah bukan kata-kata tanpa arti, bahkan sebagai alasan untuk ingkar janji, melainkan kata-kata orang beriman pada al muqtadir.
7. Ikhlas yang murni. Segala sesuatu kebaikan (yang Allah ridla), yang kita lakukan adalah bermakna ibadah jika kita lakukan dengan ikhlas. Ikhlas berarti kita lakukan sesuatu karena Allah dan dengan tujuan cukup untuk mendapatkan ridlo Allah semata. Lawan ikhlas adalah riya’ yaitu melakukan sesuatu karena ingin disaksikan manusia. Beberapa contoh yang salah adalah; kita bekerja karena untuk menghidupi keluarga. Kita makan karena untuk sehat dan kuat. Kita minum obat dengan keyakinan obat menyembuhkan. Waspadalah dengan niat yang salah, karena menjadikan terputusnya amal kita di sisi Allah. Di sinilah pentingnya kita berhenti sejenak untuk menata hati dan meluruskan niat sebelum kita melakukan sesuatu, sehingga suatu pekerjaan menjadi lahan beramal shaleh untuk mendapatkan ridla Allah SWT.
8. Jihad bersungguh-sungguh. Walladzina jahadu fina lanahdiyannahum subulana (QS 29: 69). Jihad berarti bersungguh-sungguh berjuang. Berjuang untuk semakin dekat kepada Allah SWT, dengan menjalankan kewajiban-kewajiban dan menambah dengan yang disunahkan. Untuk menjalankan kewajiban dan yang disunahkan memang tidak mudah karena hawa nafsu senantiasa mengganggu. Oleh karena itu perjuangan yang paling besar adalah perjuangan untuk memerangi hawa nafsu. Hawa nafsu hanya mengajak kepada sesuatu yang nistha. (QS. Al Jatsiyah: 22) Ia juga menjadi sumber segala kejahatan. Banyak makan, banyak tidur dalam rangka ngujo hawa nafsu adalah menghambat perjalanan ma’rifat seorang hamba pada Allah SWT. Malam hendaknya digunakan sebagai kesempatan untuk bermunajad kepada Allah SWT, sedikit tidur (Qs. Al Furqon 63-65).
9. Yang menjadi hijab (penghalang) antara kita dengan Allah adalah kondisi batiniyah kita sendiri. Yakni kotornya hati Karena nifak dan fusuq. Beberapa kotoran hati adalah kikir, ujub, riya’, menggunjing, dengki, gila jabatan dan gila harta, kuatir sengsara dan susah, menjilat yang kaya dan menjauhi si miskin, panjang angan-angan, sempit dada, dan hilang malunya.
10. Untuk menyucikan hati diantaranya dengan mujahadah dan riyadlah. Keduanya dilakukan dengan tujuan mengusir sifat-sifat sayatin, dan hayawaniyah di hati manusia.
11. Dengan bekal hati yang bersih insya Allah kita dapat menerapkan tauhid yang sebenarnya dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan berikutnya perjalanan kita untuk mendekat Allah SWT.(Ma’rifatullah) akan terbuka. Insya Allah.
12. Wallahu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar