SELAMAT DATANG DI BLOG PERUBAHAN SOSIAL

"Makkah adalah realitas empiris, Madinah adalah realitas ideal, jarak keduanya adalah amanah perubahan"

Rabu, 18 Januari 2012

Arah Pengembangan Bidang Akademik FUD

Semenjak dilantik sebagai Pembantu Dekan I fakultas Ushuludin dan Dakwah, yang tugas utamanya adalah mengkomandani pelaksanaan kegiatan akademik fakultas, langsung terlintas pertanyaan dalam benak saya bagaimana menciptakan suasana akademik yang memiliki visi. Pertanyaan yang lebih dahulu harus dijawaab adalah apa visi akademik fakultas? Rasanya otak langsung berputar membuka-buka memori masa lalu, sehingga sampai pada satu buku kecil karya Ali Syariati, seorang intelektual dan sosiolog Iran, sekaligus yang membidani lahirnya Republik Islam Iran.
Ali Syariati, membuat kategorisasi terhadap gelar “intelektual”. Pertama adalah kaum cerdik pandai yang memiliki khasanah ilmu pengetaahuan terbentang luas, tetapi ia mengambil posisi jauh dari masyarakat. Ilmu bagi kelompok ini terbatas untuk ilmu, tidak lebih dari itu. Intelektual dalam kategori ini tidak punya peran sosial bagi masyarakatnya. Ia bagaikan hidup dengan penuh kemewahan di atas menara gading. ilmu yang mestinya menyingkap cakrawala masa depan sama sekali tidak berdampak. Slogan mereka adalah Ilmu tidak memihak, ilmu bebas nilai.” Tidak jarang ilmuwan jenis ini “dibeli” oleh kelas elit masyaakat untuk memperkuat status quo mereka.
Sebaliknya adalah ilmuwan jenis kedua, yang oleh Shariati diberi istilah raushanfikr yakni kaum intelektual plus, yakni kaum cerdik pandai, yang dengan ilmunya ia berusaha mencerahkan masyarakatnya, membimbing dan mendampingi mereka untuk memiliki cita-cita hidup dan sekaligus berusaha untuk mewujudkannya.
Jika suatu PT bisa melakukan rekayasa intelektual akademiknya, mestinya pemikiran Ali Syariati seperti di atas dapat menjadi benang merah rekayasa intelektual. Hal ini penting karena seperti semua orang sudah tahu bahwa fungsi sosial suatu PT adalah sebagai agent social change. Peran dan fungsi agen perubahan sosial ini dapat terlaksana dengan cara memahami kontek linkungan sosial di mana PT itu berada. Adakah permasalahan yang di kancah sosial itu. Kemampuan memahami realitas sosial empiris itu akan membantu PT untuk menentukan arah kemana hendak berjalan PT itu didirikan. Keggalan dalam memahami realitas empiris masyarakat utamanya dengan permasalahannya akan membuat PT itu tidak mamapu merumuskan arah (rasion de etre) keberadaan dirinya. Akibat lanjutnya adalah kegagalan PT itu untuk merumuskan peran sejarahnya.
Belajar dari Eropa
Siapapun yang sedikit cermat mengamati perjalanan sejarah Eropa akan menyadari peran kaum intelektual di benua itu. Kaum intelektual mampu mencandra realitas empiris masyarakatnya pada abad pertengahan, yang berada dalam kegelapan hidup. Dengan intelktualitas yang mencerahkan mereka berhasil memahami betapa gelapnya masyarakat eropa saat itu, serta lebih jauh memahami latar belakang sosial, politik, religious, dan ekonomi, yaang kesemuanya ternyata mereka sadarari sebagai setali mata uang, yang saling kait mengkait menyebabkan hadirnya kebiadaban masyarakat Eropa.
Karena kontek dengan intelektualisme Islam sejak pada abad 11 para intelektual Eropa mengalami pencerahan, yang pada gilirannya nanti mereka juga menemukan secercah harapan sebagai alternatif jalan keluar dari abad kegelapan masyarakatnya.Dari arah tersebut kemudian mereka melakukan peran perubahan yang sangat signifikan dengan segala resiko dan konsekuensinya. Sebagai hasilnya begeraklah masyarakat Eropa setapak demi setapak untuk menuju zaman yang mereka katakan sebagai aufklarung (zaman pencerahan).
Paradigma moderniitas sebagai sebuah persoalan
Siapapun setuju bahwa peradaban modern sekarang ini telah menghadirkan kemudahan sekaligus kemajuan untuk kehidupan manusia. Tetapi pada saat yang sama semua orang juga tahu bahwa peradaban modern juga menghasilkan ekses negatif yang sangat mengerikan bagi kehidupan manusia. Bahkan ekses ini bersifat totalitas, artinya semua kemajuan dan kemudahan hidup jadi tidak kmemiliki apa-apa jika eksess negatif ini tidak segera disadari dan dicarikan alternatif jalan keluarnya.
Sebagaimana kita semua tahu, bahwa modernisme telah mengakibatkan terjadinya krisis multi dimensi yang komprehensip, mulai dari krisis spiritual, intelktual, sosial, hinggaa fisikal. Sebuah krisis terdahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menyikapi krisis akibat modernisme tersebut, orang-oranag eropa sendiri telah menyadarinya sehingga mereka melakukan auto kritik,-- seperti dilakukan oleh para tokoh Postmo-- sehingga melahirkan paradigma post-modernisme. Paradigma ini kemudian mengilhami munculnya madzhab-madzhab baru dalam dunia pemikiran. Yang intinya dari semua madzhab tersebut disatukan dalam titik yang sama yakni menjadikan modernisme untuk duduk dalam kursi tersangka yang patut berta nggung jawab atas krisis multi dimensi sekarang ini. Sekaligus masing –masing madzhab pemikiraan berfikir keras menemukan alternatif untuk solusi.
Beberapa hal yang patut kita garis bawahi dari sekelumit uraian di atas adalah :
1. Peran kaumintelektual dari kampus sebagai agent perubahan sosial bukkan hal baru untuk pence3rahan kehiduapn masyarakat nya.
2. Peran itu dimulai dari mmencaandra secara kritis atas keadaan di sekelilingnya untuk menemukan dan memahami persoalan, guna merumuskan peran strategis harus dimainkan.
3. Modernisme adalah biang permasalahan yang terjadi dewasa ini.
4. Arah rancang bangun intelektualisme kampus harus dirumuskan bertolak pada pemahaman atas akar masalah tersebut.
5. Bagamaiana dengan peran kampus IAIN SURAKARTA?????????? SEMUA HARUS MENJAWA TIDAK TERKECUALI PEDE SATU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar